Selasa, 08 Mei 2012

TELAH BERBUAHKAH AKU SEBAGAI RANTING ANGGUR?

TELAH BERBUAHKAH AKU SEBAGAI RANTING ANGGUR?

Renungan pagi hari Rabu, 9 Mei 2012

Semua kita mencita-citakan kesuksesan. Malahan doa-doa permohonan dan harapan kita pun pada umumnya akan berisi hal ini: “Semoga kamu sukses! Hope you be a success! Mudah-mudahan lulus ujian! Kudoakan supaya berhasil! dst.. dst...”. Ini semua merupakan rentetan litani sukses. Amat jarang bahkan hampir tidak pernah kita mendoakan seseorang supaya berbuah! Saya pun sering jatuh pada cita-cita dan doa yang sama, mengharapkan kesuksesan terjadi pada diriku dan orang lain. Tidak muncul dalam pikiranku untuk mendoakan supaya aku berbuah subur, supaya orang lain berbuah melimpah. Mengapa demikian?

Kesuksesan dianggap sebagai prestise, prestasi, harga diri, gengsi dan keberhasilan. Bagi manusia yang gila hormat, kesuksesan adalah segala-galanya. Dan kesuksesan sering dikaitkan dengan jabatan atau pangkat atau keberhasilan melewati suatu ujian. Menjadi pertanyaan penting bagi kita adalah, apakah orang yang dianggap sukses atau berhasil otomatis menjadi orang yang berbuah? Apakah dengan lulusnya seseorang dari ujian menunjukkan bahwa orang itu sudah berbuah? Apakah dengan berhasilanya seseorang menduduki suatu jabatan penting otomatis menunjukkan bahwa orang itu sudah berbuah? Tidak. Keberhasilan seseorang menggapai suatu impian, merupakan titik awal untuk memulai menghasilkan buah. Seorang yang berhasil memenangi pemilihan bupati bisa dianggap sukses mengalahkan lawan politiknya. Tetapi buah yang dihasilkannya sebagai bupati baru bisa dinikmati 5 tahun ke depan. 

Yesus sendiri tidak mengajarkan kita supaya menjadi orang sukses. Ia justru lebih menekankan supaya kita menjadi orang yang berbuah melimpah. Orang bisa menghasilkan buah apabila bersatu atau tinggal di dalam Sang Pokok Anggur, yakni Kristus sendiri. Yesus tidak melihat bahwa syarat untuk menghasilkan buah ditentukan oleh kesuksesan dalam menggapai suatu jabatan atau profesi yang hebat. Walaupun pangkat perlu tapi bukan itu yang utama. Buahmu akan dikenal dan dicicipi manis kalau bersumber dari kelekatan dengan Yesus. “Kamu akan berbuah banyak jika kamu bersama dengan Aku dan Aku di dalam kamu” (Yoh 15: 1-8). Lihatlah para katekis di pedalaman sana yang tidak punya pendidikan memadai tetapi bisa berbuah banyak. Lewat keterbatasan dan kekurangannya, merek mengorbankan segenap tenaga dan pikiran untuk mengajar anak-anak dan umat di pedalaman supaya makin menjadi orang Kristen yang baik. Banyak dari mereka tidak tahu baca tulis tetapi mereka bisa menjadi ujung tombak Gereja menjangkau umat-umat yang tidak tersentuh pelayanan Gereja. Banyak umat yang telah rela memberi sedekah dari kekurangannya untuk ikut menyumbang pembangunan gereja di tempat yang ia tidak kenal, hanya karena perasaan seiman dan sependeritaan di dunia FB. Ini hanya contoh kecil yang bisa kita lihat sebagai buah-buah iman dan tanda kebersatuan dengan Pokok Anggur Sejati, yakni Yesus. Tidaklah salah mengejar cita-cita, tetapi perlulah supaya dengan tergapainya cita-cita menjadikan kita semakin berbuah lebat dalam kesatuan dengan Yesus. Tepatlah kata-kata Bunda Theresia Calcuta ini: ‘Lakukanlah hal-hal kecil dan sederhana dengan cinta yang besar”. Sebagai pengikut Yesus dan dalam tugasku yang sekarang, buah apakah yang telah kuhasilkan? 

Deus Meus et Omnia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar